Jumat, 18 Desember 2009

PENGUMUMAN PEMENANG LOMBA KARYA TULIS KEARSIPAN TAHUN 2009

KEPUTUSAN DEWAN JURI LOMBA KARYA TULIS BIDANG KEARSIPAN TINGKAT NASIONAL TAHUN 2009 TENTANG PEMENANG LOMBA KARYA TULIS KEARSIPAN TAHUN 2009



Kategori Pelajar SLTA :

Juara I :

Sherlita Nurosidah (SMA Negeri 2 Jombang, Jawa Timur)

” Mengobarkan Kembali Semangat Patriotisme Sumpah Pemuda sebagai Bentuk Filtrasi Globalisasi yang Menggerus Moral ”



Juara II :

Daniel Hermawan (SMA K 1 BPK Penabur Bandung)

” Arsip Indonesia : Catatan Historis Indonesia yang Tak Ternilai Harganya”

Juara III :

Sukma Farah Aulia (MAN 4 Model Jakarta)

” Mengelola Arsip/Dokumen Keluarga”



Kategori Mahasiswa :

Juara I :

Prischa Listiningrum ( Universitas Brawijaya , Malang)

” GESIT (Gerakan Sadar Arsip Terpadu) Peran Mahasiswa Sebagai Agent of Change dalam Mewujudkan Desa Sadar Arsip”

Juara II :

Mutia Naninggolan (Politeknik Negeri Lampung)

“ Minat dan Semangat Pemuda di Bandar Lampung Dalam Menjaga Keutuhan Arsip (Studi kasus terhadap para Pemuda di Bandar Lampung)”

Juara III :

Lalu Abdul Fatah (Universitas Airlangga, Surabaya)

”Digitalisasi : Solusi Proteksi Arsip di Era Globalisasi”



Kategori Masyarakat Umum :

Juara I :

Heru Kurniawan , S.Pd, MA (Purwokerto, Jawa Tengah)

” Pemberdayaan Sikap Sadar Arsip Masyarakat : Melalui Pendekatan Moral – Kultural ”

Juara II :

Dadang Ramdhan (Cibinong, Bogor, Jawa Barat)

” Pengenalan Arsip Pada Anak-Anak, Potensi dan Harapan Menumbuhkan Kesadaran Terhadap Arsip ”

Juara III :

Yeni Budi Rachman (Bekasi, Jawa Barat)

” Perencanaan Penanggulangan Bencana Pada Lembaga Kearsipan ”

Pemenang diharapkan menghubungi:

Humas ANRI di pesawat 021-7805851 ext. 111 CP:Yuni (08128128253918)

Selasa, 08 Desember 2009

Kisah Sedih Buku Tak Bersampul


Buku berwarna biru lusuh, berjudul Bahasa Indonesia itu, tergeletak di atas meja belajar Andi.
Di sampingnya, ada buku Matematika, IPA, dan IPS. Di antara buku-buku itu, buku Bahasa Indonesia-lah yang paling kotor. Yang paling lusuh. Sebabnya, buku Bahasa Indonesia jadi satu-satunya buku yang kovernya tidak bersampul. Buku yang dibeli dari toko buku bekas. Sedangkan buku-buku lainnya, bersampul plastik, indah dan bersih.
”Hai, teman-teman, kalian tahu tidak, kenapa buku Bahasa Indonesia tidak bersampul?” kata buku Matematika sombong.
Buku IPA dan IPS menggelengkan kepala. Sedangkan buku Bahasa Indonesia diam tertunduk sedih.
”Karena ia satu-satunya buku yang terjelek di antara kita,” kata buku Matematika mengejek.
”Betul juga itu,” tambah buku IPA, ”bukankah di antara kita, buku yang dibelinya di toko loak adalah buku Bahasa Indonesia. Sedangkan kita dibeli dari toko buku bergengsi di kota ini. Ya, wajarlah kita disampuli, sedangkan dia tidak, lusuh lagi,” buku IPA menunjuk ke arah buku Bahasa Indonesia.
Buku Bahasa Indonesia semakin tertunduk diam. Sedih. Ia tidak menyangka kalau kawan-kawannya tega menghinanya.
Kreeettt, pintu kamar dibuka. Andi masuk menuju meja belajarnya. Diperhatikannya keempat buku yang berserak di atas meja. Andi pun membereskannya. Menumpuk buku-buku tersebut. Dan kembali pergi keluar kamarnya.
”Horeeee. Aku ditempatkan yang paling atas,” teriak buku Matematika.
”Aku di tempat kedua,” teriak buku IPA.
”Dan aku di tempat ketiga,” sahut buku IPS.
Sedangkan buku Bahasa Indonesia diam. Kover bukunya yang lusuh dan kotor terhimpit. Buku Bahasa Indonesia menangis sedih dalam hati.
Selang beberapa saat. Ketika buku Matematika sedang tertawa membangga-banggakan dirinya. Tiba-tiba seekor cicak yang ada di langit kamar membuang kotorannya. Dan, pluk, kotoran cicak itu jatuh menimpa kover buku Matematika. Seketika itu, buku Matematika diam. Malu dan jijik dengan kotoran itu yang baunya menyengat.
”Apa yang terjadi?” seru buku Bahasa Indonesia.
”Buku Matematika kejatuhan kotoran cicak,” bisik buku IPS pada buku Bahasa Indonesia sambil menahan tawa.
Mendapati buku Matematikanya ada kotoran cicak, Andi mengambil buku tersebut. Andi melepas sampul plastik yang terkena kotoran. Membuangnya ke tempat sampah. Andi meletakkan buku Matematikanya di sebelah buku Bahasa Indonesia. Kini buku Matematika itu tak bersampul lagi.
”Maafkan aku,” kata buku Matematika pada buku Bahasa Indonesia.
Buku Bahasa Indonesia tersenyum ramah. Tanda menerima permintaan maaf buku Matematika. Keduanya pun kemudian tersenyum. Disambut kemudian senyum buku IPA dan IPS. Serempak keempatnya tersenyum. Kompak. Senyum yang indah sekali.
Sejak saat itu, ejek-mengejek di antara buku pelajaran yang dimiliki Andi tidak ada lagi. Setiap buku berteman akrab, dan saling bekerja untuk bisa menjadikan Andi siswa yang pintar.
Sungguh buku-buku yang indah. Sekalipun ada yang bersampul dan tidak bersampul, mereka selalu kompak tersenyum lucu. Karena dari dalam buku itu tersimpan segudang ilmu; ”Hidup buku! Hidup ilmu!” seru semua buku pelajaran yang dimiliki Andi. Serentak. Kompak.

Cernak: Heru Kurniawan,penghuni rumah ajaib
dimuat solopos, minggu, 6 Desember 2009



Minggu, 15 November 2009

KELERENG BAJA HITAM

Nurul Ismuninggar
:Penghuni RUMAH AJAIB, mahasiswa STAIN Purwokerto.

Sore itu cuaca agak mendung, Agung sedang asyik bermain kelereng bersama kedua temannya di belakang rumah.

Ia memainkan kelerengnya tepat sasaran, tidak heran jika teman-temannya menjulukinya Si Jago Kelereng Baja Hitam, karena kelereng yang ia gunakan untuk bermain berwarna hitam dan sedikit warna putih.Setelah puas bermain, Agung berkata kepada temannya, “Ris, besok main lagi ya!” kata Agung kepada Aris.“Oke bos!” ucap Aris dengan senang hati.“Gung, minta kelerengnya dong!” pinta Zidan pada Agung.“Enak aja!” jawab Agung sambil pergi meninggalkan kedua temannya.Sesampai di rumah, ia menghitung kelereng yang ia dapatkan tiap sore ketika adu kelereng bersama teman-temannya.“Satu, dua, tiga...empat ratus lima puluh,” itung Agung dengan teliti.Ia begitu puas melihat kelerengnya yang semakin hari semakin banyak dan tentunya semakin beraneka ragam warnanya.“Gung, mandi dulu sudah sore, bentar lagi magrib tiba, kamu hari ini mengaji kan?” perintah Ibunya sambil menyiapkan makan.“Bentar Bu,” jawab Agung singkat.“Ayolah Nak, keluarlah makan. Ibu telah menyiapkan makan telur dadar kecap manis, kamu pasti suka,” kata Ibunya.Mendengar telur dadar kecap manis, ia langsung beranjak dari kamarnya, lalu ia makan dengan lahapnya. Tak terasa Agung telah menghabiskan nasi dua piring.“Uaagh,” suara bunyi perutnya, tanda ia sudah kenyang. Tanpa pikir panjang Agung langsung kembali ke kamarnya lalu merebahkan dirinya di tempat tidur. Sebelum tidur, tak lupa ia menaruh kelereng hitamnya di sebelah bantal kanannya. Agung pun terlelap dalam tidurnya.Keesokan harinya, Agung bangun pukul 05.00 WIB, pertama yang ia lakukan adalah mencium kelereng hitamnya. Agung terus memandanginya, tiba-tiba air matanya keluar. Ia kembali memasukkan kelerengnya kembali ke dalam tas.“Aku harus bisa mendapatkan 50 butir kelereng lagi,” katanya dalam hati.Setelah selesai salat dan mandi, Agung siap berangkat sekolah. Tak lupa ia pakai dasi dan topi. Agung berpamitan kepada ibunya. Ia begitu menghormati ibunya, apalagi setelah ditinggalkan ayahnya dua tahun yang lalu.Sesampai di sekolah, Agung bergabung dengan teman-temannya. Ia mulai memainkan kelerengnya, sedikit demi sedikit ia dapat mengumpulkan kelereng dari teman-temannya yang kalah bermain dengannya.“Satu, dua, tiga....lima puluh,” hitung Agung dengan cermat.Theng...theng....theng....suara bel berbunyi.Anak-anak berlarian masuk ke kelas, namun lain halnya dengan Agung. Ia berjalan pelan sambil meneteskan air mata. Agung tidak masuk ke kelas, tapi ia duduk di bawah pohon depan kelasnya.“Agung, ngapain kamu di situ? Ayo masuk!” perintah Ibu Guru Susi ketika lewat di depan Agung.Agung hanya menggelengkan kepala tanda tidak mau menuruti perintah gurunya.“Kamu kenapa? Kok menangis?” tanya Bu Susi mendekat sambil mengelus kepala Agung.Agung memberikan kelereng hitamnya kepada Ibu Susi. Ia pun bercerita, “Saya sudah memenuhi janji saya pada adik saya kalau saya akan memberikan 500 butir kelereng saya tepat di hari ulang tahun adik saya Bu. Tapi adik saya meninggal terkena demam berdarah. Saya akan menaruh seluruh kelereng saya yang sudah selama ini saya kumpulkan,” Agung memberi penjelasan pada ibu gurunya.Bu Susi tak kuasa menahan air matanya, tangisnya semakin keras. Bu Susi terharu mendengar cerita siswanya, begitu berat beban jiwanya, Bu Susi memeluk Agung dengan lembut.

Dimuat di SOLO POS, 8 November 2009

KASIHAN MOLLY

oleh Kurni Asih,
:Penghuni RUMAH AJAIB, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto


Pukul 12.00 WIB teng, ketika bel istirahat kedua berbunyi, Maulan, Anjas dan Rino bergegas ke halaman belakang sekolah. Ketika asyik bermain, tanpa sengaja, Maulan melihat anak kelinci di bawah pohon.

“Anjas, Rino ke sini aku menemukan anak kelinci.”“Anak kelinci?” sahut Anjas mulai kebingungan.“Jangan garang anak kelinci dari mana! Sekolah kita kan tidak memelihara kelinci!” ujar Ring. “Aku nggak bohong kok ini beneran anak kelinci, aku akan menangkapnya,” jawab Maulan untuk meyakinkan kedua temannya.Hap... hap... hap... akhirnya anak kelinci itu dapat Maulan tangkap.“Akhirnya aku bisa menangkapnya,” ucap Maulan dengan lega. Sambil berjalan mendekati kedua temannya ia merasakan keanehan terhadap anak kelinci itu.“Ada apa? Sudah ketangkap?” jawab Anjas dan Rino dengan kompak.“Sudah dong, aku hebat kan?” jawab Maulan tapi sedikit bingung.“Wah ternyata kamu benar, tapi kok mudah sekali anak kelincinya ditangkap? Jangan-jangan dia terluka!” sahut Anjas yang tak henti-hentinya bermain yoyo.“Kayaknya anak kelinci ini sakit, makanya mudah sekali ditangkap,” ujar Maulan sambil menunjukkan anak kelinci itu.Teng... teng... teng... tanda bel masuk telah berbunyi. Cepat-cepat Maulan, Anjas dan Rino menaruh anak kelinci itu di teras belakang sekolah. Setelah menaruh anak kelinci, mereka berlari menuju kelas IV A. Mereka melihat Bu Feni, guru kesenian menuju kelas mereka. Anjas, Maulan dan Rino telah duduk siap mengikuti pelajaran Bu Feni. Tapi Maulan teringat dengan anak kelinci itu karena anak kelinci itu sedang sakit. Maulan berpikir anak kelinci itu sakit karena semalam hujan mengguyur sangat lebar.“Mungkin anak kelinci itu sakit karena semalam kehujanan,” kata Maulan dalam hati.Di tengah-tengah pelajaran berlangsung, tiba-tiba Maulan berjalan menuju meja Bu Feni..“Maaf Bu saya izin ke belakang,” kata Maulan dengan wajah kebingungan.“Silakan tapi jangan lama-lama,” jawab Bu Feni.“Terima kasih Bu,” jawab Maulan sambil menuju keluar kelas.Tanpa basa-basi Maulan berlari ke belakang sekolah, tepatnya menuju teras tempat ia menyembunyikan anak kelinci.“Syukurlah anak kelinci itu masih hidup, sabar ya nanti aku akan merawatmu,” kata Maulan sambil mengelus-elus anak kelinci itu.Setelah merasa tenang, bergegaslah Maulan menuju kelas melanjutkan belajarnya. Bu Feni menjelaskan materi pelajaran, tanpa terasa tiba-tiba bel pulang berbunyi. Maulan memanggil kedua temannya dari depan pintu.Tanpa berlama-lama, Maulan berlari menuju teras belakang sekolah. Tapi, sayang kali ini Maulan tidak beruntung. Karena anak kelinci itu sudah meninggal, Maulan sangat sedih. Padahal Maulan telah berniat untuk merawat anak kelinci itu, bahkan ia telah memikirkan dan akan memberi nama Molly pada anak kelinci itu.Sepekan kemudian, Maulan mendengar bahwa akan dibangun kelas baru di tempat Molly dikubur. Bergegas Maulan menemui sahabatnya Anjas dan Rino untuk memindahkan kuburan Molly. Kemudian mereka sepakat untuk memindahkan kuburan Molly besok sesudah sekolah. Sehari kemudian, ketika mereka sampai di sekolah, mereka terkejut karena melihat banyak orang di sekolah mereka.“Kok banyak orang ada apa ya?” tanya Maulan kepada dua sahabatnya.“Hah... bagaimana dengan kuburan Molly, teman-teman?” kata Maulan.“Ayo kita cari,” usul Rino.Tapi mereka tidak menemukan meskipun mereka telah mencari di mana-mana sampai bel masuk berbunyi. Akhirnya mereka masuk ke kelas dengan hati yang kecewa. -


dimuat di Solo Pos, 15 November 2009

Kamis, 29 Oktober 2009