Selasa, 08 Desember 2009
Kisah Sedih Buku Tak Bersampul
Buku berwarna biru lusuh, berjudul Bahasa Indonesia itu, tergeletak di atas meja belajar Andi.
Di sampingnya, ada buku Matematika, IPA, dan IPS. Di antara buku-buku itu, buku Bahasa Indonesia-lah yang paling kotor. Yang paling lusuh. Sebabnya, buku Bahasa Indonesia jadi satu-satunya buku yang kovernya tidak bersampul. Buku yang dibeli dari toko buku bekas. Sedangkan buku-buku lainnya, bersampul plastik, indah dan bersih.
”Hai, teman-teman, kalian tahu tidak, kenapa buku Bahasa Indonesia tidak bersampul?” kata buku Matematika sombong.
Buku IPA dan IPS menggelengkan kepala. Sedangkan buku Bahasa Indonesia diam tertunduk sedih.
”Karena ia satu-satunya buku yang terjelek di antara kita,” kata buku Matematika mengejek.
”Betul juga itu,” tambah buku IPA, ”bukankah di antara kita, buku yang dibelinya di toko loak adalah buku Bahasa Indonesia. Sedangkan kita dibeli dari toko buku bergengsi di kota ini. Ya, wajarlah kita disampuli, sedangkan dia tidak, lusuh lagi,” buku IPA menunjuk ke arah buku Bahasa Indonesia.
Buku Bahasa Indonesia semakin tertunduk diam. Sedih. Ia tidak menyangka kalau kawan-kawannya tega menghinanya.
Kreeettt, pintu kamar dibuka. Andi masuk menuju meja belajarnya. Diperhatikannya keempat buku yang berserak di atas meja. Andi pun membereskannya. Menumpuk buku-buku tersebut. Dan kembali pergi keluar kamarnya.
”Horeeee. Aku ditempatkan yang paling atas,” teriak buku Matematika.
”Aku di tempat kedua,” teriak buku IPA.
”Dan aku di tempat ketiga,” sahut buku IPS.
Sedangkan buku Bahasa Indonesia diam. Kover bukunya yang lusuh dan kotor terhimpit. Buku Bahasa Indonesia menangis sedih dalam hati.
Selang beberapa saat. Ketika buku Matematika sedang tertawa membangga-banggakan dirinya. Tiba-tiba seekor cicak yang ada di langit kamar membuang kotorannya. Dan, pluk, kotoran cicak itu jatuh menimpa kover buku Matematika. Seketika itu, buku Matematika diam. Malu dan jijik dengan kotoran itu yang baunya menyengat.
”Apa yang terjadi?” seru buku Bahasa Indonesia.
”Buku Matematika kejatuhan kotoran cicak,” bisik buku IPS pada buku Bahasa Indonesia sambil menahan tawa.
Mendapati buku Matematikanya ada kotoran cicak, Andi mengambil buku tersebut. Andi melepas sampul plastik yang terkena kotoran. Membuangnya ke tempat sampah. Andi meletakkan buku Matematikanya di sebelah buku Bahasa Indonesia. Kini buku Matematika itu tak bersampul lagi.
”Maafkan aku,” kata buku Matematika pada buku Bahasa Indonesia.
Buku Bahasa Indonesia tersenyum ramah. Tanda menerima permintaan maaf buku Matematika. Keduanya pun kemudian tersenyum. Disambut kemudian senyum buku IPA dan IPS. Serempak keempatnya tersenyum. Kompak. Senyum yang indah sekali.
Sejak saat itu, ejek-mengejek di antara buku pelajaran yang dimiliki Andi tidak ada lagi. Setiap buku berteman akrab, dan saling bekerja untuk bisa menjadikan Andi siswa yang pintar.
Sungguh buku-buku yang indah. Sekalipun ada yang bersampul dan tidak bersampul, mereka selalu kompak tersenyum lucu. Karena dari dalam buku itu tersimpan segudang ilmu; ”Hidup buku! Hidup ilmu!” seru semua buku pelajaran yang dimiliki Andi. Serentak. Kompak.
Cernak: Heru Kurniawan,penghuni rumah ajaib
dimuat solopos, minggu, 6 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar